1. MUKHABARAH dan MUZARA’AH
Mukhabarah
: Paroan sawah atau ladang, seperdua atau sepertiga atau lebih atau kurang,
sedang benihnya dari yang punya sawah.
Muzara’ah
: Paroan sawah atau ladang, seperdua atau sepertiga atau lebih atau kurang,
sedang benihnya dari pekerja.
Setengah
Fuqaha melarang akan paroan sawah seperti ini. Mereka beralasan dengan beberapa
hadist. Misalnya dari riwayat Bukhari :
عن ر افع بن خد يج قا ل كنا اكثر الا نصار حقلا فكنا نكري الارض علي
ان لنا هد ولهم هذه فربما اخرجت هذه ولم تخرج هذه فنها نا عن ذلك (رواه البخارئ)
Artinya
:
“Berkata
Rafi’ bin Khadid : “Diantara Anshar yang paling banyak mempunyai tanah adalah
kami, maka kami mempersewakan sebagian tanah untuk kami dan sebagian untuk
mereka yang mengerjakannya, terkadang sebagian tanah itu berhasil baik dan yang
lain tidak berhasil, maka Rasulullah melarang paroan dengan cara demikian”. (HR.
Bukhari).
Fuqaha
yang lain berpendapat membolehkan paroan tersebut. An-Nawawi, Ibnu Mundzir,
al-Khatabi mengembil alasan hadist riwayat Umar :
عن ابن عمران النبي صلعم : عا مل اهل خيبر بشر ط ما يخر ج منها من ثمر
اوزرع (رواه مسلم)
Artinya
:
“Dari
Ibnu Uma r.a. : “Sesungguhnya Nabi saw. telah memberikan kebun beliau kepada penduduk
Khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi
sebagian dari penghasilan, baik dari buah-buahan atau hasil pertanian.”
(HR. Muslim)
Adapun
hadist yang melarang tadi maksudnya apabila telah ditentukan penghasilan dari
sebagian tanah, mereka di masa lalu mereka memarokan tanah dengan syarat dia
akan mengambil penghasilan dari sebagian tanah yang lebih subur, keadaan inilah
yang dilarang Rasulullah saw. sebab hal demikian mengabaikan segi keadilan dan
prosentasinya tidak jelas. Juga pendapat ini dikuatkan pula oleh segi
kemaslahatan masyarakat maupun perorangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar