1. BAYI TABUNG
Nama
lain dari bayi tabung adalah inseminasi buatan
yang merupakan terjemahan dari artificial insemination. Artifician
artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination berasal dari kata
Latin, inseminatus artinya pemasukan atau penyampaian. Dalam Bahasa Arab
disebut al-Talqih as-Shina’i ( الصنا عى التلقيح ) sepeerti terdapat
dalam kitab al-Fatawa karangan Mahmud Syaltut.
Jadi
yang dimaksud dengan imseminasi buatan adalah penghamilan buatan yang dilakukan
terhadap seorang wanita tanpa melalui cara alami, melainkan dengan cara
memasukkan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut dengan pertolongan
dokter. Istilah lain yang semakna adalah kawin suntik, penghamilan buatan dan
permanian buatan. Pengertian bayi tabung yang demikkian itu adalah bayi yang
didapatkan dari proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi
embiro tidak secara alamiah, melainkan dengan batuan kedokteran.
Adapun
proses teknik bayi tabung terdiri dari beberapa tahapan yaitu :
1.
Pengobatan
merangsang indung telur.
2.
Pengambilan
sel telur.
3.
Pembuahan
atau fertelisasi sel telur.
4.
Pemindahan
embiro.
5.
Pengawasan
terjadinya kehamilan.
Motivasi
dilakukannya bayi tabung adalah wajar bila suami istri yang mandul berusaha
dengan segala daya upaya yang ada agar dapat memperoleh anak mengingat begitu
pentingnya anak. Namun selain menolong pasangan yang mandul, tapi juga
mengandung motivasi yang lain yaitu :
1.
Untuk
mengembangbiakkan manusia secara cepat.
2.
Untuk
menciptakan manusia jenius, ideal, sesuai dengan keinginan.
3.
Alternatif
bagi wanita yang ingin punya anak tetapi tidak mau menikah.
4.
Untuk
percobaan ilmiah.
Bayi
tabung ditinjau dari hukum Islam yaitu bayi tabung atau inseminasi buatan
apabila dilakukan dengan sperma dan ovum suami istri sendiri tidak ditrasfer
embironya ke dalam rahim wanita lain (bagi suami yang berpoligami), maka Islam
membenarkan.
Sebaliknya,
kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma atau ovum,
maka diharamkan dan hukumnyasama dengan zina (prostitusi). Sebagai akibat
hukunnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya
berhubungan dengan ibu yang melahirkan.
Menurut
hemat penulis, dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum untuk
mengharamkan inseminasi buatan dengan donor, ialah sebagai berikut :
Al-Qur’an
surat al-Isra ayat 70 :
ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPy#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur Nßg»oYø%yuur ÆÏiB ÏM»t7Íh©Ü9$# óOßg»uZù=Òsùur 4n?tã 9ÏV2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxÅÒøÿs? ÇÐÉÈ
“Dan
sesungguhnya telah Kami memuliakan anak Adam. Kami angkat mereka dari daratan
dan lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami
ciptakan”.
Hadist
Nabi :
لايحلل لامرء
من بالله واليو م الآ خر ان يسقي ماءه زرع غيره
“Tidak halal bagi seorang
yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada
tanaman orang lain (vagina istri orang lain)”.
Dari
ayat diatas menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk
yang mempunyai keistimewaan dari makhluk yang lainnya, karena itu sudah
seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya
sendiri dan martabat sesama manusia. Sebaliknya bayi tabung dengan donor
itu pada hakekatnya merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang
diinseminasi.
Kemudian
dari hadist diatas dapat dipahami bahwa memasukkan sperma ke rahim wanita lain
(bayi tabung) hukumnya haram sebab perbuatan seperti itu dikategorikan sebagai
dosa besar setelah syirik.
Selain
itu, inseminasi buatan antara seorang wanita dengan seorang wanita yang bukan suaminya akan menyebabkan ketidak
jelasan nasab anak yang dilahirkan dan elanjutnya akan merusak hak dan
kewajiban timbal balik antara anak dan orang tua dalam hal-hal sebagai berikut
:
1.
Kewajiban
pemberian nafkah dan pendidikan.
2.
Pemakaian
nama bapak sebagai sumber keturunan.
3.
Hubungan
mahram.
4.
Perwalian
dan pernikahan bagi anak perempuan.
5.
Pembagian
harta pusaka.
Demikian
juga ketidakjelasan hubungan nasab anan-anak yang dilahirkan dari inseminasi
buatan itu akan menimbulkan pengakuan anak orang lain sebagai anak kandungnya
oleh ayah yang sebenarnya buka ayah kandungnya, dan pengakuan ayah orang lain
sebagai ayah kandung oleh seorang anak yang sebenarnya bukan anak kandungnya.
Padahal pengakuan sebagai ayah kandung kepada seorang yang sebenarnya bukan
ayah kandungnya sendiri adalah suatu perbuatan dosa yang dilarang Allah SWT.
Artinya
:
“Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinlah wanita-wanita lain yang kamu suka
senangi ; dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinlah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki,
yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.
Dari
ayat di atas dapat dipahami tiga hal, yaitu sebagai berikut :
1.
Seorang
laki-laki boleh nikah dengan perempuan yang dia sukai.
2.
Seorang
laki-laki boleh nikah dengan wanita yang disenangi itu dari satu sampai empat.
3.
Bila
seorang laki-laki merasa khawatir tidak bisa berbuat adil kepada istri-istrinya
bila nikah lebih dari seorang wanita, maka cukup satu saja.
Tentang
keadilan dalam ayat di atas bila dipahami secara akurat memang agak sulit,
apakah adil dalam konteks ekonomi, atau adil dalam konteks membagi rasa kasih
sayang ?. Yang kedua inilah sangat sulit karena melibatkan rasa dan emosi
seseorang yang sulit diukur secara matematik-positivistis.
Disyari’atkannya
poligami oleh Islam mengandung hikmah yaitu :
1.
Untuk
mendapatkan keturunan bagi suami yang subur, sementara istri mandul.
2.
Untuk
menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri.
3.
Untuk
menyelamatkan suami yang hyper seks dari perbuatan zina dan kerusakan akhlak
lainnya.
4.
Untuk
menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal di negara-negara yang
wanitanya jauh lebih banyak dari laki-laki.
Masalah
poligami ini disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI Inpres No. 1 Tahun
1991) pasal 55 :
1.
Beristri
lebih dari seorang pada waktu bersamaan terbatas hanya sampai empat orang
istri.
2.
Syarat
utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap
istri-istri dan anak-anaknya.
3.
Apabila
syarat utama yang disebutkan pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami
dilarang beristri lebih dari seorang.
Selanjutnya pada pasal 56
disebutkan :
1.
Suami
yang hendak beristri lebih dari satu orang, harus mendapat izin dari pengadilan
Agama.
2.
Perkawinan
yang dilakukan dengan istri ke dua, ke tiga, atau ke empat tanpa izin dari
Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Kemudian
pada pasal 57 disebutkan, Pengadilan Agama hanya memberi izin kepada seorang
suami yang akan lebih beristri dari seorang, apabila :
a.
Istri
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
b.
Istri
mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c.
Istri
tidak dapat melahirkan keturunan.
Dengan
demikian hendaknya semua pihak baik laki-laki maupun perempuan menyadari.
Keadilan dalam poligami walaupun sulit direalisasikan karena menyangkut
perasaan, bukan berarti sulit dijalani. Dengan usaha sekuat tenaga, maka
minimal keadilan yang relatif dapat dijangkau. Keadilan tidak identik dengan
kesamaan, tetapi pembagian yang proporsional. Karena itu, dari pada berzina dan
berselingkuh (dalam keadaan tertentu) lebih baik poligami. Bicara perasaan bearti
emosi, dengan emosi seseorang tidak bisa menerima kenyataan, tetapi kalau
diimbangi dengan penalaran yang rasional, maka perasaan akan menerima kenyataan
dan keadilan pun akan dirasakan.
Apakah Ayat- Ayatnya bisa diperjelaskan dengan Detail .?
BalasHapusTerimaKasih . . . . .