Rabu, 30 Mei 2012

HIWALAH


1. HIWALAH

Hiwalah diambil dari kata tahwil yang berarti intiqal (perpindahan). Yang dimaksud adalah memindahkan hutang dari tanggungan muhil menjadi tanggungan muhal ‘alaih.
Rukun hiwalah adalah :
1.      Adanya muhil, sebagai pihak yang berhutang.
2.      Adanya muhal, sebagai pihak yang memberi hutang.
3.      Adanya muhal ‘alaih, sebagai pihak yang melakukan pembayaran hutang.
4.      Adanya hutang muhil kepada muhal.
5.      Adanya sighad.

Islam membenarkan adanya hiwalah, karena dia diperlukan. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda :

مطل الغني ظلم واذا اتبع احد كم علي مليئ فليتبع (رواه البخاري و مسلم )

       Artinya :
“Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah kedhaliman. Dan jika salah seorang kamu diikutkan (dihiwalahkan) kepada orang yang kaya dan mampu maka turutlah”. (HR. Bukhari – Muslim).

Syarat Sahnya Hiwalah :
1.      Relanya pihak muhil dan muhal dan tanpa muhal ‘alaih. Hal itu berdasarkan hadist. Tetapi madzhab Hanafi memerlukan kerelaan dari muhal ‘alaih.
2.      Samanya kedua hak, baik jenis maupun kadar barang, waktu dan mutu.
3.      Terus menerus hutangnya (muhil tidak mampu membayar selamanya).
4.      Kedua hak tersebut diketahui dengan jelas yaitu hutang dan pembayaran.

Apabila hiwalah telah sah, maka tanggungan muhil gugur. Tetapi bila muhal ‘alaih meninggal atau bangrut, muhal tidak boleh meminta kembali kepada muhil, demikian pendapat Jumhur.
Abu Hanifah, Syarih dan Usman berpendapat boleh kembali kepada muhil jika muhal ‘alaih bangkrut atau meninggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar