Rabu, 30 Mei 2012

harta dalam islam


HARTA DALAM ISLAM
                                Makalah ini di buat untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah
 “konsentrasi Fiqih muamalah
                                    
                                                       


                                                         
                                                    
                                                    
                                                                
Disusun oleh:
              HUSNUL KHOTIMAH          210609012
   SITI  FATONAH                         210609029
DOSEN PENGAMPU
AMIN WAHYUDI, M. Ei
JURUSAN  TARBIYAH
Program studi pendidikan guru  Madrasah  ibtidaiyah
(PGMI.A) SEMESTER 6
SEKOLAH  TINGGI AGAMA  ISLAM  NEGERI
PONOROGO
2012

BAB I
PENDAHULUAN

Sejak manusia lahir ke dunia sudah memerlukan materi ( harta ) sebagai bekal hidup, karena manusia perlu makanan, pakaian dan papan ( rumah tempat untuk berlindung ).
Belum lagi keperluan lainnya, yang cukup banyaak jumlahnya. Bahkan kalau kita pikirkan dalam-dalam, sejak dalam kandungan punmanusia sudah memerlukan berbagai makanan yang bergizi, agar tumbuh dan berkembang dengan baik dan sehat.
Sesudah beranjak besar, keperluan anak bertambah banyak. Disamping keperluan pokok, ditambah lagi dengan keperluan lainnya, seperti biaya pendidikan dan biaya-biaya lainnya. Dengan demikian, mau atau tidak manusia harus memeras otak dan kerja keras untuk menutupi keperluan hidup masing-masing.
Pada zaman lampau tuntutan hidup manusia tidak sebanyak sekarang ini. Sekarang ini banyak orang yang tergoda melihat berbagai hail teknologi modern dan ingin pula memilikinya. Karena pengaruh lingkungan, ada orang yang memaksarinya untuk mendapatkannya, walaupun pada hakekatnya belum dapat terjangkau.
Kita tidak dapat memungkiri, bahwa naluri manusia pun memang ingin memiliki harta, supaya keperluannya terpenuhi sebagaimana firman Allah :
z`Îiƒã Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# šÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎŽÏÜ»oYs)ø9$#ur ÍotsÜZs)ßJø9$# šÆÏB É=yd©%!$# ÏpžÒÏÿø9$#ur È@øyø9$#ur ÏptB§q|¡ßJø9$# ÉO»yè÷RF{$#ur Ï^öysø9$#ur 3 šÏ9ºsŒ ßì»tFtB Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( ª!$#ur ¼çnyYÏã ÚÆó¡ãm É>$t«yJø9$# ÇÊÍÈ  
Artinya :
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang, itulah ksenangan hidup didunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali-Imran : 14).

Semua keinginan manusia yang disebutkan dalam ayat di atas, adalah sesuatu yang wajar, karena demikianlah kecenderungan hati manusia itu.
Memiliki harta tidak dilarang oleh Allah, karena harta itu merupakan karunia dari Allah dan perhiasan hidup di dunia.
Allah berfirman :
ãA$yJø9$# tbqãZt6ø9$#ur èpuZƒÎ Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# ( àM»uŠÉ)»t7ø9$#ur àM»ysÎ=»¢Á9$# îŽöyz yZÏã y7În/u $\/#uqrO îŽöyzur WxtBr& ÇÍÏÈ  
Artinya :
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhanmu serta lebih baik menjadi harapan.” (Al-Kahfi : 46)

Di dalam agama Islam tidak ada suatu pembatasan untuk memiliki harta dan tidak ada larangan untuk mencari karunia Allah sebanyak-banyaknya, asal jelas penyalurannya dan pemanfaatannya sebagaimana firman Allah :

}§øŠs9 öNà6øn=tã îy$oYã_ br& (#qäótGö;s? WxôÒsù `ÏiB öNà6În/§ 4 ......
Artinya :
“Tidaklah dosa bagimu untuk mencari karunia (rizki hasil peniagaan) dari Tuhanmu .... (Al-Baqarah : 198)

Sebanarnya Allah secara langsung atau tidak memerintahkan hamba-hamba-Nya ini menjadi orang yang berada (kaya). Sebab bagaiman mungkin orang diperhatikan mengeluarkan zakat tanpa harta, bagaimana mungkin membangun masjid, sekolah, rumah sakit dan sarana-sarana lainnya tanpa ada dana yang dipelukan dalam jumlah yang amat banyak.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Harta
Harta dalam bahasa Arab disebut, al-maal yang berasal dari kata
م َيْلاً  - يَمِيْلُ - مَالَ -   yang berarti condong, cenderung, dan miring.
Sedangkan harta (al maal) menurut istilah imam Hanafiyah ialah
مَايَمِيْلُ اِلَيْهِ طَبْعُ الاِنْسَانِ وَيُمْكِنُ اِدْخَارُهُ اِلى وَقْتِ الْحَاجَةِ                                                     
“Sesuatu yang digandrungi tabiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga dibutuhkan”

Menurut Hanafiyah, harta mesti dapat disimpan sehingga sesuatu yang tidak dapat disimpan tidak dapat disebut harta. Menurut Hanafsiyah, manfaat tidak termasuk harta, tetapi manfaat termasuk milik, Hanafsiyah membedakan harta dengan milik, yaitu :
Milik adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain.
Harta adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan. Dalam penggunaannya, harta bisa dicampuri oleh orang lain. Jadi menurut Hanafiyah yang dimaksud harta hanyalah sesuatu yang berwujud (a’yan).
Menurut sebagian ulama, yang dimaksud dengan harta ialah
مَايَمِيْلُ اِلَيهِ الطَّبْعُ وَيَجْر وَيَجْرِىْ فِيْهِ الْبَدْلُ وَالمْنعَُ
“Sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkan tabiatnya, baik mnausia itu akan memberikannya atau akan menyimpannya”.

Menurut sebagian ulama lainnya, bahwa yang dimaksud dengan harta ialah :
كلٌّ عَيْنٍٍ دَاتِ قِيْمَةٍ مَادِّيَّةٍ مُتَدَاوِلَةٍ بَيْنَ النَّاسِ
“Segala zat (‘ain) yang berharga, bersifat materi yang berputar di antara manusia”.

Semantara menurut T.M.Habsi Ash-Shiddieqy,[1] yang dimaksud dengan harta adalah :
1.    Nama selain manusia yang diciptakan Allah untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, dapat dipelihara pada suatu tempat, dan dikelola (tasharruf) dengan jalan ikhtiar.
2.    Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap manusia, baik oleh seluruh manusia maupan oleh sebagian manusia.
3.    Sesuatu yang sah untuk diperjualbelikan.
4.    Sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai (harga) seperti sebiji beras dapat dimiliki oleh manusia, dapat diambil kegunaannya dan dapat disimpan, tetapi sebiji beras menurut ‘urf tidak bernilai (berharga), maka sebiji beras tidak termasuk harta.
5.    Sesuatu yang berwujud, sesuatu yang tidak berwujud meskipun dapat diambil manfaatnya tidak termasuk harta, misalnya manfaat, karena manfaat tidak berwujud sehingga tidak termasuk harta.
6.    Sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat diambil manfaatnya ketika dibutuhkan.

Dengan dikemukakannya definisi di atas, kiranya dapat dipahami bahwa para ulama masih berbeda pendapat dalam menentukan definisi harta sehingga terjadi perselisihan pendapat para ulama dalam pembagian harta karena berbeda dalam pendefinisian harta tersebut. Namun, di sini dapat diperhatikan bahwa penekanan para ulama dalam mendefinisikan harta itu antara lain sebagai berikut :
Habsi Ash-Shiddieqy menyebutkan bahw harta adalah nama bagi selain manusia, dapat dikelola, dapat dimiliki, dapat diperjualbelikan dan berharga, konsekuensi logis perumusan ini ialah :
1.    Manusia bukanlah harta sekalipun berwujud.
2.    Babi bukanlah harta karena babi bagi Muslimin haram dipejualbelikan.
3.    Sebiji beras bukanlah harta karena sebiji beras itu memiliki nilai (harta) menurut ‘urf.

Hanafiyah menyatakan bahea harta adalah sesuatu yang berwujud dan dapat disimpan sehingga sesuatu yang tidak berwujud dan tidak dapat disimpan tidak termasuk harta, seperti hak dan manfaat.


B.     Unsur-unsur Harta
Menurut para Furqaha harta bersendi pada dua unsur, yaitu unsur ‘aniyah dan unsur ‘urf. Unsur ‘aniyah ialah bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan a’yan). Manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk milik atau hak.
Unsur ‘urf ialah segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat madiyah maupun manfaat ma’nawiyah.
Menurut para puqaha harta bersendi pada dua unsur yaitu:
1.      Unsur aniyah ialah harta itu ada wujudnya dalam kenyataan seperti : manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta ,tetapi termasuk milik atau hak
2.      Unsure ,urf, ialah segalah sesuatuyan dipandang harta oleh amanusia,atau sebagian manusia,memilihara kecuali mengiginkan manfaatnya barang.

C.      Kedudukan dan Fungsi Harta
            Harta mempunyai kedudukan yang amat penting dalam kehidupan manusia. Harta (uang) lah yang dapat menunjang segala kegiatan manusia termasuk untuk memenuhi kebutuhan produksi manusia (papan, sandang, dan pangan).
            Sekiranya kita berbicara mengenai harta lebih jauh lagi, maka pembangunan semesta yang didambahkan oleh umat manusia ini, tidak akan terlaksana tanpa harta.
            Memang harta bukan satu-satunya yang diandalkan dalam mewujudkan pembangunan (material, spiritual), karena masih ada faktor lain yang ikut menentukan, seperti kemauan keras, keikhlasan, kejujuran dan seperangkat ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh masing-masing kegiatan. Harta adalah termasuk kedalam lima kebutuhan pokok manusia, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, kehormatan (keturunan) dan harta.
            Kemudian seseorang diberi kesempatan oleh Allah untuk memiliki harta, banyak atau sedikit, seseorang tidak boleh sewenang-wenang dalam menggunakan (memfungsikan) hartanya itu. Kebebasan seseorang untuk memiliki dan memanfaatkan hartanya, adalah sebatas yang dibenarkan oleh syara’. Disamping untuk kepentingan pribadi, juga harus ada melimpah kepada pihak lain, seperti menunaikan zakat, memberikan infaq dan sedekah untuk kepentingan umum dan untuk orang-orang yang memerlukan bantuan seperti fakir miskin dan anak yatim. Hal ini berarti, bahwa harta itu juga berfungsi sosial.[2]  
Pada Alquran surat Al-kafi 46 an Al-Nisa :14 dijelaskan bahwa kebtuhan manusia atau terhadap anak atau keturunan. Jadi kebutuhan manusia terhadap harta merupakan kebutuhan yang mendasar .Dalam surat Al-Dhuha : 8 Allah menyatakan :
             x8yy`urur Wxͬ!%tæ 4Óo_øîr'sù ÇÑÈ  

Artainya :
“Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan ,lalu Dia memberikan kecukupan” 
Di samping sebagai perhiasan ,harta juga berkedudukan sebagai amanat sebagaimana Allah menyatakan :
!$yJ¯RÎ) öNä3ä9ºuqøBr& ö/ä.ß»s9÷rr&ur ×puZ÷GÏù 4 ª!$#ur ÿ¼çnyYÏã íô_r& ÒOŠÏàtã ÇÊÎÈ  
Artinya :
  “sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan dan di sisi Allahah pahala yang besar .(Al-Taghabun:15)
Karena harta sebagai titipan ,manusia tidak memiliki harta secara mutlak sehingga dalam pandangan tentang harta ,terdapat hak-hak orang lain ,seperti zakat harta dan lainya . Kedudukan harta selanjutnya adalah sebagai musuh sebagaimana yang dnyatakan dalam surat Al-Thaghabun:14
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä žcÎ) ô`ÏB öNä3Å_ºurør& öNà2Ï»s9÷rr&ur #xrßtã öNà6©9 öNèdrâx÷n$$sù 4 bÎ)ur (#qàÿ÷ès? (#qßsxÿóÁs?ur (#rãÏÿøós?ur  cÎ*sù ©!$# Öqàÿxî íOÏm§ ÇÊÍÈ  
Artinya :
“Hai orang –orang yang beriman ,sesungguhnya di atara istri-istrinya anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu ,maka hati-hati-lah kamu terhadap mereka (Al-Taghabun:14)[3]
     Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat harta tersebut . Fungsi harta amat banyak ,baik bergunaan dalam hal yang baik ,maupun keguanaan dalam hal yang jelek . Di antara sekian banyak fungsi harta antara lain sebagai berikut.
a.      Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah maka alat keperluan yang di gunakan seperti kain,untuk menutup aurat dalam pelaksanan shalat ,bekaluntuk melaksanaan ibadah haji,berzakat ,shadaqah .
b.      Untuk meningkatkan keimananan kepada (kekuasaan ) kepada Allah ,sebab kefakiran cenderung mendekatkan diri kepada  kekufuran sehungga pemikiran harta dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah .
c.       Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat .
d.       Untuk memutarkan peranan-peranan kehidupan yakni adanya pemantu  dan tuan . adanya orang miskain yan saling membutuhkan sehingga tersusunlah masyarakat yang harmaonis dan berkecukupan .[4]

D.     Pembagian Harta
            Ulama’ fiqih membagi harta menjadi beberapa macam, yaitu :
1.      Dilihat dari segi kebolehan pemanfaatannya menurut syara’, harta terdiri atas :
a.      Halal untuk dimanfaatkan
b.      Tidak halal untuk dimanfaatkan
            Perbedaan pembagian harta tersebut diatas akan terlihat jelas dalam hal ke pemanfaatan harta itu menurut syara’ bangkai babi dan khamr (minuman memabukkan), bukanlah harta yang halal dimanfaatkan dalam Islam. Oleh karena itu, tidak sah dilakukan akad (trasaksi) terhadap benda-benda tersebut.
            Dalam keadaan tertentu, harta yang tidak halal dimanfaatkan seperti babi dan khamr, dapat dimanfaatkan bila dalam keadaan darurat, karena jika tidak ada makanan atau minuman yang diperkirakan orang akan meninggal. Hal itu pun dibenarkan sebatas dapat bertahan , sementara mendapatkan makanan / minuman yang halal.
2.      Dilihat dari segi jenisnya terdiri dari :
a.      Harta yang tidak bergerak (العِقَارُ (seperti tanah dan rumah.
b.      Harta yang bergerak (     نقُوْلُالمَ ) seperti dagangan.
3.      Dilihat dari pemanfaatannya, terdiri dari :
a.      Harta yang pemanfaatannya tidak menghabiskan benda tersebut dan tetap utuh (   الاِسْتِمْمَالِى) , seperti , rumah, lahan pertanian.
b.      Harta yang pemanfaatannya, menghabiskan benda tersebut ( الاِسْتِهْلاَكِى) seperti, pakaian, makanan, minuman, dan sabun (rinso).
4.      Dilihat dari segi ada atau tidak ada benda dipasaran yaitu :
a.      Benda yang ada jenisnya dipasaran (    لىلمِثْاِ( seperti, benda yang ditimbang atau ditakar seperti : beras, gula, kapas, kentang.
b.      Harta yang tidak ada jenisnya yang sama dalam satuannya (  القِيْمِى( dipasaran seperti bermacam pepohonan, logam mulia, dan alat-alat rumah tangga.
5.      Dilihat dari status (kedudukan) harta, dapat dibagi menjadi :
a.      Harta yang telah dimiliki (     الَمْلُوْ كَالمَالُ( , baik milik pribadi, maupun milik badan hukum (negara, organisasi kemasyarakatan).
b.      Harta yang dimiliki seseorang (      لُ المُبَاحُالمَا(, seperti sumber mata air, hewan buruan, kayu dihutan belantara yang belum dijama’ dan dimiliki orang, atau ikan dilautan lepas.
c.       Harta yang dilarang oleh syara’ memilikinya (  لُ الَمَحْجُوْرُالمَا(, seperti harta waqaf, atau diperuntukkan untuk kepentingan umum.
6.      Dilihat dari segi bisa dibagi, atau tidak harta tersebut.
Berkenaan dengan masalah ini ulama’ fiqih mengatakan bahwa :
a.      Ada harta yang bisa dibagi, maksudnya apabila dibagi maksudnya apabila harta dibagi maka harta itu tidak menjadi rusak dan manfaatnya tidak hilang.
b.      Harta yang tidak bisa dibagi adalah apabila harta itu dibagi maka rusaklah manfaatnya. Umapamanya apabila rumah atau tokoh itu dibagi, maka rumah atau tokoh itu tidak dapat dimanfaatkan.
7.      Dilihat dari segi berkembang atau tidaknya harta itu. Harta itu tidak berkembang atau tidak , sangat bergantung kepada upaya manusia atau dengan sendirinya berdasarkan ciptannya Alloh
       Upaya fikih membaginya menjadi dua:
a.      Al-Asal (asal) adalah harta yang menghasilkan , seperti tanah, rumah, pepohanan, hewan.
b.      As-Tsmr(buah atau hasil) adalah buah yang dihasilkan dari suatu harta seperti sewa rumah, buah-buahan dari pepohanan, dan susu dari sapi atau kambing. 8.Dilihat dari segi pemilikannya, ulamah fiqih berpendapat bahwa :
a.      Ada harta milik pribadi yang pemiliknya bebas memmanfaatkan harta itu selama tidak merugikan orang lain.
b.      Ada milik masyarakat umum yang memanfaatkannya untuk semua orang.



BAB III
PENUTUP
A.      kesimpulan                                               
Dari materi di atas dapat disimpulkan bahwa
1.       pengertian harta adalah yang berarti condong, cenderung, dan miring dan juga diartikan segala sesuatu yang menyenakan manusia dan dipilihara baik dalam bentuk materi maupun daam manfaat.
2.       Kedudukan harta amat penting dalam kehidupan manusia
3.       Fungsi harta amat banyak, baik kegunaan dalam hal yang baik dan dipilihara manusia karena manusia membutuhkan harta tersebut.
4.       Harta bersendi pada dua unsur yaitu:unsur aniyah dan unsur urf
         5 . Pembagian harta akan terihat jelas dalam hal pemanfaatan harta harta itu.









                                                                          DAFTAR  PUSTAKA
 Pengantar Ilmu Muamalah, Bulan Bintang, Jakarta, th. 1984. Hlm. 140.
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, PT. Raja Grafindo Prasada. Jakarta : 2003. Hal 58- 60.
Hendi Suhendi. Fiqih Muamalah.  PT Raja Grafindo Persada. Jakarta : 2005. Hlm 27-28



[1] Pengantar Ilmu Muamalah, Bulan Bintang, Jakarta, th. 1984. Hlm. 140.
[2] Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, PT. Raja Grafindo Prasada. Jakarta : 2003. Hal 58- 60.
[3]Hendi Suhendi. Fiqih Muamalah.  PT Raja Grafindo Persada. Jakarta : 2005. Hlm 27-28
[4] Ibid…..27-29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar