Rabu, 30 Mei 2012

bayi tabung


1. BAYI TABUNG

Nama lain dari bayi tabung adalah inseminasi buatan  yang merupakan terjemahan dari artificial insemination. Artifician artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination berasal dari kata Latin, inseminatus artinya pemasukan atau penyampaian. Dalam Bahasa Arab disebut al-Talqih as-Shina’iالصنا عى التلقيح ) sepeerti terdapat dalam kitab al-Fatawa karangan Mahmud Syaltut.
Jadi yang dimaksud dengan imseminasi buatan adalah penghamilan buatan yang dilakukan terhadap seorang wanita tanpa melalui cara alami, melainkan dengan cara memasukkan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut dengan pertolongan dokter. Istilah lain yang semakna adalah kawin suntik, penghamilan buatan dan permanian buatan. Pengertian bayi tabung yang demikkian itu adalah bayi yang didapatkan dari proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embiro tidak secara alamiah, melainkan dengan batuan kedokteran.
Adapun proses teknik bayi tabung terdiri dari beberapa tahapan yaitu :
1.      Pengobatan merangsang indung telur.
2.      Pengambilan sel telur.
3.      Pembuahan atau fertelisasi sel telur.
4.      Pemindahan embiro.
5.      Pengawasan terjadinya kehamilan.

Motivasi dilakukannya bayi tabung adalah wajar bila suami istri yang mandul berusaha dengan segala daya upaya yang ada agar dapat memperoleh anak mengingat begitu pentingnya anak. Namun selain menolong pasangan yang mandul, tapi juga mengandung motivasi yang lain yaitu :
1.      Untuk mengembangbiakkan manusia secara cepat.
2.      Untuk menciptakan manusia jenius, ideal, sesuai dengan keinginan.
3.      Alternatif bagi wanita yang ingin punya anak tetapi tidak mau menikah.
4.      Untuk percobaan ilmiah.

Bayi tabung ditinjau dari hukum Islam yaitu bayi tabung atau inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sperma dan ovum suami istri sendiri tidak ditrasfer embironya ke dalam rahim wanita lain (bagi suami yang berpoligami), maka Islam membenarkan.
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma atau ovum, maka diharamkan dan hukumnyasama dengan zina (prostitusi). Sebagai akibat hukunnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkan.
Menurut hemat penulis, dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor, ialah sebagai berikut :
Al-Qur’an surat al-Isra ayat 70 :
 ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur Nßg»oYø%yuur šÆÏiB ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$# óOßg»uZù=žÒsùur 4n?tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxŠÅÒøÿs? ÇÐÉÈ    
“Dan sesungguhnya telah Kami memuliakan anak Adam. Kami angkat mereka dari daratan dan lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan”.

Hadist Nabi :

لايحلل  لامرء من بالله واليو م الآ خر ان يسقي ماءه زرع غيره

Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain)”.

Dari ayat diatas menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai keistimewaan dari makhluk yang lainnya, karena itu sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya  sendiri dan martabat sesama manusia. Sebaliknya bayi tabung dengan donor itu pada hakekatnya merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi.
Kemudian dari hadist diatas dapat dipahami bahwa memasukkan sperma ke rahim wanita lain (bayi tabung) hukumnya haram sebab perbuatan seperti itu dikategorikan sebagai dosa besar setelah syirik.
Selain itu, inseminasi buatan antara seorang wanita dengan seorang wanita  yang bukan suaminya akan menyebabkan ketidak jelasan nasab anak yang dilahirkan dan elanjutnya akan merusak hak dan kewajiban timbal balik antara anak dan orang tua dalam hal-hal sebagai berikut :
1.      Kewajiban pemberian nafkah dan pendidikan.
2.      Pemakaian nama bapak sebagai sumber keturunan.
3.      Hubungan mahram.
4.      Perwalian dan pernikahan bagi anak perempuan.
5.      Pembagian harta pusaka.

Demikian juga ketidakjelasan hubungan nasab anan-anak yang dilahirkan dari inseminasi buatan itu akan menimbulkan pengakuan anak orang lain sebagai anak kandungnya oleh ayah yang sebenarnya buka ayah kandungnya, dan pengakuan ayah orang lain sebagai ayah kandung oleh seorang anak yang sebenarnya bukan anak kandungnya. Padahal pengakuan sebagai ayah kandung kepada seorang yang sebenarnya bukan ayah kandungnya sendiri adalah suatu perbuatan dosa yang dilarang Allah SWT.

le='8 �6- i �/� @� ;mso-ansi-font-size:12.0pt;line-height:115%; font-family:"Arial","sans-serif";mso-ascii-font-family:"\(normal text\)"; mso-hansi-font-family:"\(normal text\)";mso-bidi-font-family:Arial;mso-bidi-theme-font: minor-bidi'> (#qä9qãès? ÇÌÈ  
Artinya :
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinlah wanita-wanita lain yang kamu suka senangi ; dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinlah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.

Dari ayat di atas dapat dipahami tiga hal, yaitu sebagai berikut :
1.      Seorang laki-laki boleh nikah dengan perempuan yang dia sukai.
2.      Seorang laki-laki boleh nikah dengan wanita yang disenangi itu dari satu sampai empat.
3.      Bila seorang laki-laki merasa khawatir tidak bisa berbuat adil kepada istri-istrinya bila nikah lebih dari seorang wanita, maka cukup satu saja.

Tentang keadilan dalam ayat di atas bila dipahami secara akurat memang agak sulit, apakah adil dalam konteks ekonomi, atau adil dalam konteks membagi rasa kasih sayang ?. Yang kedua inilah sangat sulit karena melibatkan rasa dan emosi seseorang yang sulit diukur secara matematik-positivistis.
Disyari’atkannya poligami oleh Islam mengandung hikmah yaitu :
1.      Untuk mendapatkan keturunan bagi suami yang subur, sementara istri mandul.
2.      Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri.
3.      Untuk menyelamatkan suami yang hyper seks dari perbuatan zina dan kerusakan akhlak lainnya.
4.      Untuk menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal di negara-negara yang wanitanya jauh lebih banyak dari laki-laki.

Masalah poligami ini disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI Inpres No. 1 Tahun 1991) pasal 55 :
1.      Beristri lebih dari seorang pada waktu bersamaan terbatas hanya sampai empat orang istri.
2.      Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.
3.      Apabila syarat utama yang disebutkan pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristri lebih dari seorang.

Selanjutnya pada pasal 56 disebutkan :
1.      Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang, harus mendapat izin dari pengadilan Agama.
2.      Perkawinan yang dilakukan dengan istri ke dua, ke tiga, atau ke empat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Kemudian pada pasal 57 disebutkan, Pengadilan Agama hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan lebih beristri dari seorang, apabila :
a.       Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
b.      Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c.       Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Dengan demikian hendaknya semua pihak baik laki-laki maupun perempuan menyadari. Keadilan dalam poligami walaupun sulit direalisasikan karena menyangkut perasaan, bukan berarti sulit dijalani. Dengan usaha sekuat tenaga, maka minimal keadilan yang relatif dapat dijangkau. Keadilan tidak identik dengan kesamaan, tetapi pembagian yang proporsional. Karena itu, dari pada berzina dan berselingkuh (dalam keadaan tertentu) lebih baik poligami. Bicara perasaan bearti emosi, dengan emosi seseorang tidak bisa menerima kenyataan, tetapi kalau diimbangi dengan penalaran yang rasional, maka perasaan akan menerima kenyataan dan keadilan pun akan dirasakan.